Dan, telah ditiupkan roh pada janin seorang wanita bernama
ibu, atas IzinNya maka jadilah ia sebagai seorang bayi, atau anak yang
ditipkan.
Lalu kelak di akhirat nanti orang tua tersebut diminta pertanggung
jawabanya atas anak tersebut.
Aku pun mulai
berfikir tentang beratnya beban mereka, beratnya tanggung jawab mereka
terhadapku sebagai seorang anak.
Mulai dari membesarkanku menyekolahkanku, memberikan ku ilmu
agama serta ilmu ilmu pengetahuan lainnya, memberi nafkah kepadaku, serta
kehidupan kepadaku.
Tak heran jikalau dalam masa didikan mereka, terkadang
mereka bersikap kasar, berbicara yang buruk tanpa mereka sadari, atau bahkan
seakan bersikap masa bodo karena sebuah keadaan.
Sedih ? itu pasti ada
Bertanya tanya ? itu pasti
Bertanya tanya mengapa mereka bersikap demikian ? bukankah
aku seorang titipan yang harus mereka jaga ?
Namun, ada satu hal yang ku tanamkan dalam jiwaku, ada satu
hal yang kucoba pelajari maknanya dalam dalam tentang sebuah tanggung jawab,
tentang sebuah tugas, serta tentang sebuah rasa berterimakasih serta kasih
sayang untuk mereka, yang kemudian membawaku menemukan satu persatu jawaban
dari semua pertanyaan pertanyaanku.
Tepatnya enam tahun yang lalu, saat kakiku melangkah keluar
dari rumah saat diriku dititipkan oleh salah satu sanak saudaraku, aku
merasakan juga bagaimana mereka saudaraku merasa begitu memiliki tanggung jawab
terhadap diriku, dengan segala macam peraturan peraturan yang membuatku merasa
terpenjara dalam hidup ini, aku menjalani semua itu sampai titik dimana aku tak
sanggup lagi harus berbuat apa, hingga
akhirnya Allah lah yang membuatku harus bersitirahat di dalam salah satu rumah
sakit di jakarta.
Selama beberapa hari pun aku dirawat, karena terkena demam
berdarah dan asam lambung naik, entah rencana apa yang sedang Allah siapkan
untukku, sebab Dia masih memberikanku kesempatan hidup setelah melewati masa masa kritis dalam dua
penyakit sekaligus.
Aku tenang, aku begitu merasa diperhatikan oleh seluruh
keluargaku, dari situ aku mulai berfikir aku mulai mentelaah semuanya, bahwa
betapa beratnya mengemban sebuah tanggung jawab dari seseorang yang menerima
titipan.
Sampai akhirnya aku pun mulai terbiasa dan terbiasa dengan
semua peraturan itu, dan lambat laun mendapat kesempatan beberapa kali untuk
pergi melihat indahnya dunia( jalan-jalan kita). Hehhe
Dan saat itu pula aku mendapat pelajaran sekaligus bersyukur
atas apa yng telah mengaturku dengan beberpa macam pertauran , saat aku meminta
izin kepada salah satu irang tua temanku yang tak mengijinkannya untuk pergi
bersama rekan rekan kerja lainnya. Disitu aku melihat mata seorang ayah yang
takut, cemas, serta kecewa.
Kecewa karena sering dibohongi oleh anak perempuannya, yang
ternyata sudah sering diam diam pergi jauh dengan kekasihnya tanpa ijin
ayahnya.”
Sontak aku tak dapat berbicara lagi kepada ayahnya untuk
meminta ijin agar dia diperbolehkan pergi, sebab entah mengapa aku seakan
merasakan bagaimana kecewanya ayah itu saat dibohongi.
Maka sepanjang jalan aku pun berfikir, tentang mengapa
selama ini orang tuaku melarang aku pergi pergi jauh, mengapa orang tuaku
melarang untuk banyak main, karena mereka takut karena mereka cemas, karena
mereka bertanggung jawab atas diriku.
Aku pun tak mau menjadi orang yang tidak tahu diri, walau
aku tau aku titipan dari Allah , maka aku ingin menjadi persembahan yang
terbaik untuk mereka.
Maka aku ingin menjadi sebuah persembahan dari yang Maha
Kuasa untuk lebih menyakinkan pada mereka bahwa betapa Maha Pengasihnya Dia memberikan
serta mengkarunikan seorang anak, sebab anak pun mampu membangun istana untuk
mereka didunia maupun diakhirat, sebab doa anak yang soleh ataupun soleha
dijaba’ olehNya. Maka aku ingin menjadi perembahan terbaik itu untuk mereka.
Menjaga nama baik mereka, menjaga dirikuu yang sebenarnya
bermanfaat untukku kelak dimasa depan.
0 komentar:
Posting Komentar